Langsung ke konten utama

Dengan Yang Lebih Baik

Dalam buku La Tahzan karya Dr. 'Aidh al-Qarni, Ibnu Rajab mengisahkan bahwa dahulu kala hiduplah seorang ahli ibadah di tanah Mekkah. Ahli ibadah itu nyaris saja kehabisan bekal dan ditimpa kelaparan. Oleh sebab itu, tubuhnya limbung setiap kali mengayunkan langkah kaki.
Namun, saat sedang berjalan di salah satuh gang di kota Mekkah, Ia menemukan seuntai kalung yang begitu indah. Diambilnya kalung itu, lalu beranjak menuju Masjidil Haram. Sesampainya di Masjidil Haram, tiba-tiba seorang lelaki separuh baya mengumumkan bahwa dirinya telah kehilangan sebuah kalung. Orang itu menjelaskan bentuk kalung itu dengan begitu detail. Dan ternyata, dari seluruh keterangan yang disampaikan, semua mengacu kepada kalung yang ditemukan oleh ahli ibadah tersebut.
Sang ahli ibadah pun memberikan kalung itu kepada sang empunya dengan sedikit harapan akan diberi apresiasi. Namun, jangankan untuk mendapat apresiasi, ucapan terimakasih sekali pun tak berkatup di bibir pemilik kalung itu. Ia pergi meninggalkan sang ahli ibadah begitu saja. lalu, sang ahli ibadah pun berdo’a kepada Allah, “Ya Allah, aku biarkan semua ini untuk-Mu, maka gantilah untukku sesuatu yang lebih baik darinya.”
Kemudian Ia pergi ke laut dan menumpang ke sebuah perahu. Dalam pelayarannya, tiba-tiba tiupan angin kencang datang menghampiri dan mengaramkan perahu yang ditumpanginya. Ia pun terapung di atas air dengan sebatang kayu, dan kemudian terdampar di sebuah pulau.
Setelah sadar, Ia menuju ke sebuah perkampungan dan mendapati sebuah masjid. Saat itu ada banyak orang yang sedang menunaikan ibadah shalat. Dan Ia pun ikut berjamaah bersama mereka.
Di masjid itu, Ia menemukan lembaran-lembaran kertas yang setelah dibacanya ternyata ayat-ayat al-Qur’an. Salah seorang dari mereka bertanya, “Apakah Anda sedang membaca al-Qur’an?” “Ya,” jawab orang tersebut. Kemudian penduduk pulau itu berkata, “Ajarilah anak-anak kami al-Qur’an.” Dia pun setuju untuk mengajarkan al-Qur’an kepada mereka dengan sedikit apresiasi dari masyarakat pulau itu. Kemudian dia menuliskan tulisan Arab, dan orang itu pun bertanya lagi, “Apakah Anda bisa mengajari anak-anak kami tulis-menulis?” Jawabnya, “Ya.” Maka dia pun mengajari anak-anak mereka.
Orang-orang di pulau itu kemudian bercerita bahwa di tempat itu ada seorang perempuan yatim, anak dari seorang yang sangat baik. Kini orang tuanya meninggal dunia. “Apakah Anda mau menikahinya?” Tanya orang-orang itu kemudian. Dia menjawab, “Tidak apa-apa.” Dan, dia pun akhirnya menikah dengan perempuan yatim tersebut.
Ketika masuk ke kamarnya di hari pertama, dia melihat kalung yang pertama Ia temukan melingkar di leher istrinya itu. Maka Ia pun bertanya, “Bagaimana kisah tentang kalung ini?” Si istri kemudian bercerita bahwa ayahnya suatu waktu pernah menghilangkan kalung tersebut di Mekkah. Dan kalung itu ditemukan oleh seorang laki-laki yang kemudian menyerahkannya begitu saja kepada ayahnya. Sepulang dari Makkah, ayahnya selalu berdo’a dalam sujudnya semoga Allah mengaruniakan suami buat anak perempuannya seperti laki-laki yang menemukan kalung itu. Di akhir ceritanya, si suami menyergah, “Sayalah laki-laki itu.”

“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali sesuatu yang baik -  Al-Hadits”







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelap Malam dan Singsingan Fajar

Sejumlah ulama masyhur berkata bahwa segala bentuk musakat, kepahitan atau kegetiran di muka bumi ini, bagaimana pun bentuk, besar dan lamanya ia, takkan melekat mati pada insan yang dihinggapinya. Justru, semakin berat musibah itu, semakin dekat pula saat-saat ia akan hilang melenyap. Semakin dekat masa-masa indah yang datang menyapa mata dan menyeruakkan kalbu. Sebab, pertolongan Allah dan ihsan itu, acapkali datang tatkala kesulitan dan ujian   sedang berat-beratnya. Bukankah pertolongan Allah itu hadir bagi nabi Musa saat ia dan kaumnya tak mendapati jalan tuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya?  Bukankah pertolongan itu nyata Allah turunkan tatkala Namrud hendak  membakar  nabi Ibrahim yang begitu mulia dengan tauhid dan kesabarannya?  Pun bukankah pertolongan itu nyata Allah ulurkan saat bunda Ismail, Siti Hajar, berada di puncak kebingungan dan kecemasan, lelah rasanya berlarian menapaki dan menuruni bukit Safa dan Marwah namun tak juga menemukan sete

Kebaikan Mendatangkan Kebaikan

Suatu hari, seorang bocah miskin bernama  Howard Kelly  sedang berjualan dari rumah ke rumah demi membiayai sekolahnya. Ia merasa lapar dan haus, tetapi ia hanya punya sedikit uang. Ia memutuskan untuk meminta makanan dari rumah terdekat. Tetapi, ketika seorang gadis kecil membukakan pintu, ia mengurungkan niatnya untuk meminta makanan, keberaniannya hilang dalam sesaat. Akhirnya ia hanya meminta segelas air putih untuk menjadi penawar dahaganya. Gadis muda itu berpikir pastilah anak ini merasa lapar, dibawakannyalah segelas besar susu untuknya. Bocah itu meminumnya perlahan lalu bertanya, “Barapa saya berutang kepadamu?” Si gadis menjawab, “Kamu tidak berutang apa pun, ibuku mengajarkan untuk tidak menerima bayaran apa pun dari perbuatan yang kami lakukan.” Belasan tahun belalu,. Si gadis kecil tadi sudah tumbuh dewasa. Suatu ketika dia mengalami sakit yang sangat parah. Dokter yang menanganinya merasa bingung dan akhirnya memutuskan untuk mengirimnya ke sebuah rumah sakit di